Perkembangan Teknologi Militer Tiongkok: Dari Inovasi Kuno hingga Modernisasi Abad 21

biztelegraph.com, 24 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Tiongkok memiliki sejarah panjang dalam inovasi teknologi militer, mulai dari penemuan bubuk mesiu pada abad ke-9 hingga pengembangan rudal hipersonik dan kapal induk modern di abad ke-21. Pada masa modern, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army/PLA) telah menjalani modernisasi pesat sejak era reformasi Deng Xiaoping pada 1978, menjadikan Tiongkok sebagai salah satu kekuatan militer terkuat di dunia. Menurut Global Firepower 2022, Tiongkok menempati peringkat ketiga dunia dalam kekuatan militer, di belakang Amerika Serikat dan Rusia, dengan investasi besar dalam teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), senjata berbasis energi, dan kapabilitas angkatan laut.

Artikel ini mengulas perkembangan teknologi militer Tiongkok secara komprehensif, mencakup sejarah awal, transformasi pada abad ke-20, dan inovasi mutakhir pada abad ke-21. Fokus utama meliputi senjata konvensional, teknologi nuklir, angkatan laut, teknologi udara, dan sistem berbasis AI, serta implikasi geopolitiknya, khususnya di Laut Tiongkok Selatan (LCS) dan Asia Tenggara. Informasi bersumber dari literatur akademik seperti China Military Power Report (CMPR) 2024, artikel dari National Geographic, Kompasiana, dan Wikipedia, serta posting di X untuk menangkap sentimen dan perkembangan terkini.

Sejarah Awal Teknologi Militer Tiongkok

1. Inovasi pada Masa Kekaisaran

Amerika Serikat akui teknologi militer China sudah lampaui sejumlah kompetitor

Tiongkok telah menjadi pelopor teknologi militer sejak zaman kuno. Salah satu penemuan terpenting adalah bubuk mesiu, yang ditemukan oleh alkemis Taois pada abad ke-9 selama Dinasti Tang (618–906 M). Awalnya digunakan untuk kembang api, bubuk mesiu mulai dimanfaatkan untuk keperluan militer pada akhir Dinasti Tang dan masa Dinasti Song (960–1279), termasuk dalam senapan lantak, meriam, dan roket sederhana. Huo Long Jing, sebuah traktat militer abad ke-14 karya Jiao Yu, mendokumentasikan penggunaan senjata berbasis mesiu seperti roket, tombak api, meriam, ranjau darat, dan ranjau laut, menunjukkan kecanggihan teknologi militer Tiongkok pada masa itu.

Selain bubuk mesiu, Tiongkok juga mengembangkan busur silang (crossbow) pada periode Negara-negara Berperang (481–221 SM), yang dianggap sebagai senjata jarak jauh paling canggih pada masanya. Menurut Joseph Needham, busur silang Tiongkok “jauh melampaui perkembangan baju zirah defensif,” membuatnya sangat efektif dalam pertempuran. Seni Berperang karya Sun Tzu (abad ke-5 SM) juga memberikan landasan strategis yang memengaruhi taktik militer Tiongkok hingga modern, dengan penekanan pada tipu muslihat, psikologi perang, dan penguasaan medan.

Pada abad ke-13, Dinasti Yuan di bawah kekuasaan Mongol memanfaatkan teknologi roket Tiongkok untuk menaklukkan wilayah di Eropa dan Asia. Roket sederhana ini, yang awalnya digunakan sebagai panah api, menyebar ke Korea (melalui hwacha) dan Eropa melalui Jalur Sutra, memengaruhi perkembangan teknologi militer global.

Fakta Menarik: Empat Penemuan Besar Tiongkok—kompas, bubuk mesiu, pembuatan kertas, dan percetakan—memiliki dampak militer yang signifikan. Kompas memungkinkan navigasi laut yang lebih akurat, sementara percetakan memfasilitasi penyebaran pengetahuan militer.

2. Stagnasi pada Abad Pertengahan hingga Awal Modern

Meskipun Tiongkok memimpin dalam teknologi militer hingga abad ke-14, kemajuan melambat pada masa Dinasti Ming dan Qing karena isolasionisme dan kurangnya kompetisi geopolitik. Menurut Jared Diamond dalam Guns, Germs, and Steel, kurangnya hambatan geografis di Tiongkok memungkinkan pemerintahan terpusat yang kadang-kadang menekan inovasi, berbeda dengan Eropa yang terfragmentasi dan kompetitif. Akibatnya, Eropa melampaui Tiongkok dalam teknologi senjata api dan kapal perang pada abad ke-16 dan ke-17.

Namun, pertukaran teknologi terjadi melalui misi Yesuit pada abad ke-16 dan ke-17, yang memperkenalkan ilmu Barat seperti astronomi dan teknik meriam ke Tiongkok, sekaligus membawa pengetahuan Tiongkok seperti bubuk mesiu ke Eropa. Pada abad ke-19, Tiongkok mulai mengadopsi teknologi Barat untuk modernisasi militer, tetapi kekalahan dalam Perang Opium (1839–1842) menunjukkan keterbelakangan militernya dibandingkan kekuatan Eropa.

Transformasi Militer pada Abad ke-20 Wah, China siapkan teknologi 6G untuk dipakai militernya? - Page all

1. Era Republik dan Perang Sipil

Setelah berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 1949, PLA fokus pada pembangunan militer berbasis ideologi Mao Zedong, yang menekankan perang gerilya dan mobilisasi massa. Keterlibatan Tiongkok dalam Perang Korea (1950–1953) menunjukkan kemampuan militernya, meskipun masih bergantung pada senjata Soviet dan taktik konvensional.

Pada 1964, Tiongkok berhasil mengembangkan senjata nuklir, menjadikannya kekuatan nuklir kelima di dunia. Program nuklir ini didukung oleh investasi besar dalam penelitian dan pengembangan (R&D), meskipun teknologi konvensional seperti tank dan pesawat tempur masih tertinggal dibandingkan Barat dan Soviet.

2. Reformasi Deng Xiaoping dan Modernisasi

Modernisasi militer Tiongkok dimulai secara serius pada 1978 di bawah Deng Xiaoping, yang memprioritaskan pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia (SDM). Menurut Djauhari Oratmangun, Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, 20 tahun pertama reformasi (1978–1998) difokuskan pada pengembangan SDM, yang memungkinkan lompatan teknologi pada dua dekade berikutnya. Investasi dalam pendidikan dan R&D menghasilkan tenaga ahli teknologi yang mendukung inovasi militer.

Pada 1989, embargo senjata Barat pasca-insiden Tiananmen memaksa Tiongkok mengembangkan teknologi militer secara mandiri. Hal ini mendorong praktik “peniruan teknologi” (reverse engineering) dan dugaan spionase siber untuk memperoleh data teknologi Barat, seperti desain pesawat tempur F-35 yang diduga menjadi dasar Shenyang J-31.

Fakta Menarik: Pada 1990-an, perusahaan seperti Alibaba, Tencent, dan Huawei mulai berkembang, mendukung ekosistem teknologi yang juga bermanfaat bagi militer melalui teknologi dual-use (sipil dan militer).

Perkembangan Teknologi Militer Tiongkok pada Abad ke-21

Pada abad ke-21, Tiongkok telah menjadi pemimpin dalam beberapa bidang teknologi militer, didorong oleh visi “China Dream” untuk kebangkitan nasional pada 2049. PLA telah mencapai mekanisasi penuh, kemajuan signifikan dalam informatisasi, dan peningkatan kapabilitas strategis, sebagaimana dinyatakan oleh Kedutaan Tiongkok. Berikut adalah aspek utama perkembangan teknologi militer Tiongkok saat ini:

1. Angkatan Laut dan Kapal Induk Militer China Bakal Punya Kapal Induk Raksasa, Terbesar di Dunia

Angkatan laut PLA (PLAN) telah berkembang menjadi salah satu yang terkuat di dunia, dengan sekitar 370 kapal dan kapal selam, termasuk 140 kapal tempur permukaan, pada 2024. Tiongkok memiliki tiga kapal induk—Liaoning, Shandong, dan Fujian—dengan rencana untuk mengoperasikan lebih banyak pada 2030. Kapal-kapal ini dilengkapi rudal jelajah, rudal balistik anti-kapal, dan sistem pertahanan udara canggih.

PLAN juga mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir dan rudal balistik antarbenua (ICBM) berbasis laut, seperti JL-3, yang dapat menjangkau Amerika Serikat. Investasi dalam radar peringatan dini dan sistem anti-kapal memperkuat dominasi Tiongkok di Pasifik, terutama di LCS.

Fakta Menarik: Tiongkok menggunakan taktik “zona abu-abu” di LCS, memanfaatkan kapal penjaga pantai dan milisi maritim untuk menegaskan klaim teritorial tanpa memicu konflik terbuka, didukung oleh teknologi canggih seperti radar dan drone.

2. Teknologi Udara dan Siluman Ngeri! Jet Tempur China Punya Teknologi Siluman, AI & Hipersonik

Angkatan udara PLA (PLAAF) telah membuat kemajuan besar dengan pesawat tempur siluman seperti Chengdu J-20 “Mighty Dragon” dan Shenyang J-31. J-20, yang mulai beroperasi pada 2017, dilengkapi rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15 (jangkauan 200–300 km) dan mampu menghindari radar. Posting di X pada Desember 2024 menyebutkan pesawat tempur misterius generasi ke-6 dengan tiga mesin, menunjukkan ambisi Tiongkok untuk melampaui teknologi Barat.

Tiongkok juga memimpin dalam pengembangan rudal hipersonik, seperti DF-ZF, yang dapat mencapai kecepatan Mach 5–10 dan sulit dicegat oleh sistem pertahanan rudal konvensional. Rudal ini diuji pada 2021 dan dianggap sebagai ancaman bagi kapal induk AS.

Fakta Menarik: Posting di X pada April 2025 menyebutkan jet tempur J-36 dengan senjata laser yang mampu menembak jatuh rudal, meskipun klaim ini belum diverifikasi secara independen.

3. Teknologi Berbasis AI dan Otonom Tentara Robot | Kemajuan Tiongkok dalam Robotika Militer 🤖 Senjata yang dikendalikan oleh AI

Tiongkok telah mengintegrasikan AI dan sistem otonom ke dalam doktrin militernya, termasuk drone tempur, kendaraan udara tak berawak (UAV), dan sistem operasi multi-domain. China Academy of Aerospace Aerodynamics telah menjual lebih dari 200 drone tempur besar ke lebih dari 10 negara, menunjukkan kapabilitas ekspornya. Posting di X pada Mei 2025 menyebutkan drone raksasa “Jiu Tan” dengan jangkauan 7.000 km yang dapat meluncurkan 100 drone bunuh diri, meskipun informasi ini perlu verifikasi lebih lanjut.

Investasi dalam komputasi kuantum dan bioteknologi juga meningkatkan kapabilitas militer Tiongkok. Menurut CMPR 2024, teknologi dual-use ini dapat digunakan untuk pengembangan senjata biologis, meskipun hal ini berpotensi melanggar Biological Weapons Convention (BWC).

Fakta Menarik: Tiongkok telah mengembangkan jaringan 5G tahan militer yang dapat menghubungkan 10.000 robot, meningkatkan koordinasi operasi militer, sebagaimana dilaporkan oleh South China Morning Post pada Desember 2024.

4. Kapabilitas Nuklir China Lipatgandakan Hulu Ledak Nuklir dalam 2 Tahun

Tiongkok telah meningkatkan arsenal nuklirnya menjadi lebih dari 600 hulu ledak pada 2024, dengan rencana mencapai 1.000 pada 2030. CMPR 2024 mencatat investasi dalam silo rudal, kapal selam nuklir, dan pesawat pembom seperti H-20. Rudal balistik seperti DF-41 memiliki jangkauan global dan dapat membawa beberapa hulu ledak. Modernisasi ini memicu kekhawatiran tentang kepatuhan Tiongkok terhadap Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) dan Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT).

5. Elektronika dan Perang Siber Militer China Bersiap untuk Modernisasi 'Perang Elektronik' - Harian Inhua Online

China Electronics Technology Group Corp, salah satu pemasok elektronika pertahanan terbesar di dunia, memamerkan radar canggih pada World Radar Expo 2025, dengan kapabilitas deteksi siluman dan pelacakan presisi. Tiongkok juga dituduh melakukan spionase siber untuk mencuri data teknologi Barat, seperti desain F-35 dan C-17, sebagaimana dilaporkan oleh Popular Mechanics pada 2016.

Fakta Menarik: Laporan U.S. Naval Institute pada 2015 menyatakan bahwa peretas militer Tiongkok telah mencuri dokumen teknis rahasia, memungkinkan pengembangan cepat teknologi seperti J-31.

Faktor Pendorong Modernisasi Militer

Beberapa faktor mendorong perkembangan teknologi militer Tiongkok:

  1. Investasi dalam R&D: Tiongkok meningkatkan anggaran pertahanannya sebesar 7,2% pada 2025, mendukung R&D di bidang AI, hipersonik, dan nuklir. Kerjasama antara perusahaan swasta (seperti Huawei) dan militer mempercepat inovasi.

  2. Embargo Senjata Barat: Sejak 1989, embargo mendorong Tiongkok untuk mengembangkan teknologi secara mandiri, sering kali melalui reverse engineering atau spionase.

  3. Ambisi Geopolitik: Visi “China Dream” dan klaim teritorial di LCS mendorong pengembangan kapabilitas angkatan laut dan udara untuk menantang dominasi AS di Pasifik.

  4. SDM Unggul: Reformasi pendidikan sejak 1978 menghasilkan tenaga ahli teknologi yang mendukung inovasi militer.

  5. Persaingan dengan AS: Tiongkok berupaya menutup kesenjangan teknologi dengan AS, terutama dalam senjata hipersonik dan AI, sebagaimana diakui oleh mantan Presiden AS Jimmy Carter.

Dampak Geopolitik

1. Ketegangan di Laut Tiongkok Selatan

Modernisasi militer Tiongkok meningkatkan ketegangan di LCS, di mana Tiongkok mengklaim wilayah yang bertentangan dengan hukum internasional (UNCLOS). Kapal penjaga pantai bersenjata dan drone digunakan untuk mengganggu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara seperti Indonesia, Filipina, dan Vietnam, memicu kekhawatiran di ASEAN.

2. Persaingan dengan AS dan Sekutunya

CMPR 2024 memperingatkan bahwa kapabilitas nuklir dan hipersonik Tiongkok mengancam stabilitas global. AS dan sekutunya, seperti Jepang dan Korea Selatan, merespons dengan memperkuat sistem pertahanan rudal dan aliansi seperti AUKUS dan QUAD. Tiongkok juga dituduh melanggar perjanjian internasional seperti Hague Code of Conduct karena pengembangan ICBM.

3. Dampak bagi Indonesia dan ASEAN

Menurut Aisha Rasyidila Kusumasomantri, perkembangan militer Tiongkok menimbulkan tantangan bagi Indonesia karena potensi konflik di LCS. Indonesia perlu mengembangkan teknologi militer, terutama di udara, untuk menghadapi perang generasi ke-5 yang melibatkan AI dan sistem otonom.

4. Stabilitas Global

Peningkatan arsenal nuklir dan senjata canggih Tiongkok memicu kekhawatiran tentang perlombaan senjata baru. Namun, Tiongkok menegaskan kebijakan pertahanan defensif, mengklaim bahwa PLA tidak akan memprovokasi perang atau mengejar hegemoni, melainkan melindungi kedaulatan dan perdamaian dunia.

Tantangan dan Kritik

  1. Dugaan Peniruan Teknologi: Tiongkok dituduh menyalin desain Barat, seperti J-31 yang mirip F-35. Meskipun pejabat Tiongkok membantah, laporan seperti U.S. Naval Institute menunjukkan bukti spionase siber.

  2. Kepatuhan Hukum Internasional: Modernisasi nuklir dan bioteknologi Tiongkok memicu pertanyaan tentang kepatuhan terhadap NPT, CTBT, dan BWC.

  3. Kurangnya Pengalaman Tempur: Meskipun kuat secara teknologi, PLA memiliki pengalaman tempur modern yang terbatas dibandingkan AS, yang dapat membatasi efektivitasnya dalam konflik skala besar.

  4. Dampak Negatif Teknologi: Perkembangan senjata seperti nuklir dan AI berpotensi menyebabkan polusi, radiasi, atau eskalasi konflik global, sebagaimana diingatkan oleh pengalaman bom nuklir di Jepang.

Kesimpulan

Perkembangan teknologi militer Tiongkok mencerminkan perjalanan panjang dari inovasi kuno seperti bubuk mesiu hingga modernisasi abad ke-21 yang didorong oleh AI, rudal hipersonik, dan kapal induk. Didukung oleh investasi R&D, reformasi SDM, dan ambisi geopolitik, PLA telah menjadi kekuatan militer global yang menyaingi AS. Namun, modernisasi ini juga memicu ketegangan regional, khususnya di LCS, dan kekhawatiran tentang stabilitas global akibat potensi pelanggaran hukum internasional dan perlombaan senjata.

Bagi Indonesia dan ASEAN, perkembangan militer Tiongkok menuntut kesiapan strategis melalui pengembangan teknologi militer dan diplomasi yang kuat. Di tingkat global, komunitas internasional perlu memperkuat kerangka hukum dan aliansi untuk menjaga stabilitas di tengah dinamika geopolitik yang berubah. Dengan pendekatan yang seimbang antara inovasi dan tanggung jawab, Tiongkok memiliki potensi untuk berkontribusi pada perdamaian dunia, sebagaimana diklaimnya, sambil tetap menjadi kekuatan militer yang disegani.

Sumber

BACA JUGA: Dampak Positif dan Negatif Media Sosial di Era 2025: Peluang dan Tantangan dalam Kehidupan Digital

BACA JUGA: Tim Berners-Lee: Pencetus World Wide Web dan Karya Revolusioner yang Mengubah Dunia

BACA JUGA: Pengertian dan Perbedaan Paham Komunisme Menurut Marxisme: Analisis Mendalam