
biztelegraph.com, 26 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Iran, sebagai salah satu kekuatan militer utama di Timur Tengah, telah menunjukkan perkembangan teknologi militer yang signifikan meskipun menghadapi sanksi internasional dan embargo senjata sejak Revolusi Islam 1979. Dengan anggaran pertahanan sekitar US$7,4 miliar pada 2022–2023 (menurut IISS), Iran telah beralih dari ketergantungan pada impor senjata Barat ke pengembangan industri militer domestik yang mandiri. Fokus utama Iran adalah rudal balistik, drone, sistem pertahanan udara, kapal selam, dan teknologi satelit, yang tidak hanya digunakan untuk pertahanan nasional tetapi juga untuk proyeksi kekuatan melalui sekutu seperti Hizbullah dan Houthi. Artikel ini mengeksplorasi sejarah, pencapaian, tantangan, dan dampak perkembangan teknologi militer Iran, dengan mengacu pada sumber seperti GlobalFirepower.com, BBC News, dan laporan lokal seperti Kompas.id.
Konteks Sejarah: Awal Industri Militer Iran
Era Pra-Revolusi (Sebelum 1979)
Sebelum Revolusi Islam, Iran di bawah Syah Mohammad Reza Pahlavi mengandalkan impor senjata dari Amerika Serikat dan Eropa. Menurut Wikipedia, industri militer Iran saat itu terbatas pada perakitan senjata asing, seperti helikopter Bell, pesawat Northrop, dan tank, di jalur produksi yang didirikan oleh perusahaan AS. Kerja sama dengan AS melalui program Atoms for Peace juga memulai pengembangan teknologi nuklir Iran. Namun, kemampuan produksi domestik sangat terbatas, dan Iran tidak memiliki infrastruktur untuk inovasi militer independen.
Pasca-Revolusi dan Perang Iran-Irak (1980–1988)
Revolusi 1979 mengubah lanskap militer Iran. Embargo senjata yang dipimpin AS memaksa Iran mengembangkan industri militer domestik. Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) memainkan peran kunci dalam membangun fondasi industri ini. Selama Perang Iran-Irak, Iran mulai memproduksi senjata sederhana, seperti mortir dan amunisi, serta melakukan rekayasa balik (reverse engineering) pada peralatan Barat yang tersisa. Investasi besar-besaran dalam program rudal dimulai, menghasilkan rudal seperti Shahab-1 (berbasis teknologi Soviet Scud).
Program Persenjataan 1989–1992
Setelah perang, Iran meluncurkan program persenjataan lima tahun senilai US$10 miliar untuk mengganti peralatan usang. Pembelian terbatas dari Uni Soviet, seperti pesawat MiG, dilakukan, tetapi fokus utama adalah pengembangan domestik. Pada 1992, Iran mulai memproduksi tank, pengangkut personel lapis baja, dan sistem radar, menandai langkah awal menuju kemandirian militer.
Pencapaian Teknologi Militer Iran
1. Rudal Balistik dan Sistem Anti-Pesawat 
Iran dikenal memiliki salah satu persenjataan rudal balistik terbesar di Timur Tengah. Menurut Kompas.id, rudal seperti Qiyam (jangkauan 800 km), Dzulfikar (700 km), Shahab-2 (500 km), dan Raad (500 km, diperkenalkan 2020) menunjukkan kemampuan Iran dalam mengembangkan rudal jarak menengah. Rudal Kautsar (2015) memiliki kemampuan anti-radar dan dapat mengenai beberapa target secara simultan. Pada 2018, Iran memperkenalkan Kamin-2, sistem rudal jarak rendah untuk melawan drone dan pesawat terbang rendah, sebagai versi upgrade dari Mersad.
Selain rudal balistik, Iran mengembangkan sistem pertahanan udara seperti Bavar-373 (diperkenalkan 2019, versi terbaru 2024), yang diklaim mampu mencegat jet tempur F-35 AS. Iran juga memiliki rudal anti-pesawat Sayyad-3 dan sistem S-300 yang dibeli dari Rusia untuk melindungi instalasi strategis. Pada Mei 2025, posting di X oleh @SoftWarNews menyebutkan bahwa sistem radar dan pengawasan Iran meningkat lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun klaim ini perlu verifikasi lebih lanjut.
2. Drone (UAV) 
Drone telah menjadi pilar utama strategi militer Iran, terutama karena biaya rendah dan efektivitasnya dalam pengintaian dan serangan. Menurut p2ti.uma.ac.id, Iran mulai fokus pada drone domestik setelah sanksi menghambat impor teknologi. Drone Shahed-129 memiliki jangkauan ribuan kilometer, sedangkan Mohajer-6 dilengkapi kamera dan sensor dari Jepang, China, dan AS, meskipun beberapa komponen diperoleh melalui pelanggaran sanksi. Shahed-136, drone kamikaze, telah digunakan oleh Rusia di Ukraina, menunjukkan kemampuan ekspor Iran.
Pada 2012, Iran berhasil menjatuhkan drone AS RQ-170 Sentinel dan melakukan rekayasa balik untuk mengembangkan Fatras (2013), drone militer dengan jangkauan 2.000 km. Iran juga mengekspor drone ke Houthi di Yaman dan milisi di Suriah, memperkuat pengaruh regionalnya. Pada 2025, drone Qaim-118 diperkenalkan dengan jangkauan 25 km dan kemampuan menargetkan drone kecil serta rudal jelajah menggunakan radar dan sensor termal.
3. Teknologi Angkatan Laut 
Angkatan Laut Iran, meskipun dianggap kurang maju dibandingkan Israel (BBC News), memiliki sekitar 220 kapal, termasuk kapal selam dan kapal cepat. Iran memproduksi kapal selam kelas Ghadir dan sedang mengembangkan kapal selam kelas Fateh dengan propulsi independen udara dan rudal anti-kapal supersonik mirip Kalibr. Pada Mei 2025, kapal cepat Zulfighar dengan sistem pertahanan udara Nawab (jangkauan 15 km) diperkenalkan oleh IRGC Navy. Kapal basis depan Kordistan dan Khozestan juga sedang dalam tahap penyelesaian untuk memperluas kehadiran Iran di laut lepas.
Iran juga mengembangkan sistem pertahanan pantai dan torpedo bawah air Hoot, yang diklaim sebagai torpedo tercepat buatan Iran. Meski demikian, IISS menilai Angkatan Laut Iran tidak mampu bertempur dalam perang skala besar karena usia armadanya.
4. Teknologi Satelit dan Roket 
Iran telah membuat kemajuan signifikan dalam teknologi luar angkasa, yang memiliki implikasi militer. Pada Januari 2024, Iran meluncurkan tiga satelit (Mahda, Kayhan-2, dan Hatef) ke orbit 450 km menggunakan roket Simorgh. Satelit ini dirancang untuk penelitian, penentuan posisi, dan komunikasi, tetapi Barat khawatir teknologi roketnya dapat digunakan untuk rudal balistik antarbenua. Peluncuran satelit Omid (2009) dan Sina-1 (2005) dengan roket Safir-2 menunjukkan kemampuan awal Iran dalam teknologi roket. Meskipun peluncuran satelit sering dikritik Barat, Iran menegaskan tujuannya adalah sipil dan defensif.
5. Kecerdasan Buatan dan Robotika 
Iran juga berinvestasi dalam kecerdasan buatan (AI) dan robotika militer. Surena-4 (2019), robot humanoid yang mampu berjalan, menulis, dan mengenali benda, menunjukkan kemajuan Iran dalam AI. Meskipun Surena-4 lebih ditujukan untuk tujuan sipil, teknologi AI-nya dapat diterapkan pada sistem militer seperti pengendalian drone atau analisis data pengintaian. Pada 2025, IRGC mengklaim telah mengembangkan teknologi defensif baru yang dapat mengubah keseimbangan kekuatan global, meskipun detailnya tidak diungkap.
Tantangan dan Hambatan
1. Sanksi Internasional
Sanksi AS dan embargo senjata sejak 1979 telah membatasi akses Iran ke teknologi militer canggih. Menurut Kompas.id, Iran mengatasi ini dengan rekayasa balik, membangun pabrik di luar negeri, dan menggunakan jaringan “penyelundup” untuk mendapatkan komponen. Namun, sanksi tetap menghambat modernisasi armada udara dan laut Iran.
2. Keterbatasan Anggaran
Dengan anggaran pertahanan US$7,4 miliar, Iran jauh tertinggal dari Israel (US$19 miliar). Keterbatasan ini memaksa Iran fokus pada teknologi asimetris seperti drone dan rudal, yang lebih murah dibandingkan jet tempur atau kapal induk.
3. Isolasi Teknologi
Kurangnya kerja sama dengan negara-negara maju membatasi transfer teknologi. Meskipun Iran bekerja sama dengan Rusia dan China, Wikipedia mencatat bahwa sebagian besar peralatan impor Iran berasal dari era pra-1979 atau pembelian terbatas dari Rusia pada 1990-an.
4. Ancaman terhadap Ilmuwan
Ilmuwan Iran, terutama di bidang nuklir, sering menjadi target pembunuhan. Kompas.id melaporkan bahwa antara 2012–2020, lima ilmuwan nuklir Iran dibunuh, termasuk Mohsen Fakhrizadeh pada 2020, yang menghambat pengembangan teknologi sensitif.
Dampak Perkembangan Teknologi Militer Iran
1. Proyeksi Kekuatan Regional
Iran menggunakan teknologinya untuk mendukung sekutu seperti Hizbullah, Houthi, dan milisi Syiah di Irak, memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah. Serangan drone dan rudal Iran ke Israel pada April 2024 (lebih dari 300 proyektil) menunjukkan kemampuan jarak jauhnya.
2. Ekspor Senjata
Iran telah menjadi eksportir senjata pada 2000-an, dengan drone seperti Shahed-136 digunakan di Ukraina dan Yaman. Ini meningkatkan pendapatan dan pengaruh geopolitik Iran, meskipun memicu kritik Barat.
3. Ketegangan dengan Barat
Pengembangan rudal dan satelit Iran memicu kekhawatiran Barat tentang potensi senjata nuklir. SINDOnews melaporkan bahwa peluncuran satelit 2024 dikutuk oleh Inggris, Prancis, dan Jerman karena teknologi roketnya dapat digunakan untuk rudal balistik. Posting di X oleh @lihatdariatas bahkan berspekulasi bahwa Iran mungkin telah mencapai kemampuan nuklir, meskipun ini tidak didukung oleh bukti resmi.
4. Ketahanan Nasional
Kemandirian teknologi militer meningkatkan ketahanan Iran terhadap tekanan eksternal. Menurut Kompas.id, kemampuan Iran merekayasa drone AS RQ-170 pada 2012 menunjukkan kecerdikan teknisnya meskipun terisolasi.
Kontroversi dan Kritik
1. Klaim Berlebihan
Beberapa klaim Iran, seperti kemampuan Bavar-373 mencegat F-35, dianggap berlebihan oleh analis Barat karena kurangnya uji coba independen. IISS mencatat bahwa kemampuan signifikan Iran mungkin dirahasiakan, tetapi data publik sering spekulatif.
2. Pelanggaran Sanksi
Penggunaan komponen asing dalam drone Mohajer-6 dan Shahed-136 (dari Jepang, China, dan AS) menunjukkan bahwa Iran melanggar sanksi untuk mendapatkan teknologi. Ini memicu ketegangan dengan negara-negara pemasok seperti Korea Selatan.
3. Dampak Regional
Dukungan Iran untuk kelompok seperti Houthi telah memperburuk konflik di Yaman dan Laut Merah, menarik kritik dari Arab Saudi dan AS. Tempo.co mencatat bahwa rudal Iran digunakan Houthi untuk menyerang Riyadh, meningkatkan ketegangan regional.
Relevansi untuk Masa Kini
Perkembangan teknologi militer Iran mencerminkan strategi perang asimetris yang relevan di era modern, di mana negara-negara dengan anggaran terbatas dapat menantang kekuatan besar melalui inovasi hemat biaya. Menurut IDN Times, drone dan rudal telah mengubah lanskap perang modern, dan Iran adalah contoh utama dari pendekatan ini. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Intelijen Militer Israel, Herzl Halevi, persaingan teknologi dengan Iran adalah “perang insinyur,” menunjukkan bahwa kemajuan Iran memicu balapan teknologi di Timur Tengah.
Pada 2025, Iran terus menghadapi tekanan dari AS dan Israel, terutama setelah kehilangan pengaruh di Suriah pasca-jatuhnya Assad (GlobalFirepower.com). Administrasi AS yang baru diperkirakan akan memperkuat Israel, menambah tantangan bagi Iran. Meski demikian, klaim IRGC tentang teknologi defensif baru pada Mei 2025 menunjukkan bahwa Iran tidak akan berhenti berinovasi.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi militer Iran adalah kisah ketahanan dan inovasi di tengah isolasi internasional. Dari rudal balistik seperti Qiyam dan Raad, drone seperti Shahed-136 dan Qaim-118, hingga sistem pertahanan udara Bavar-373 dan satelit Omid, Iran telah membangun industri militer domestik yang kompetitif. Meskipun menghadapi sanksi, keterbatasan anggaran, dan ancaman terhadap ilmuwannya, Iran berhasil memproyeksikan kekuatan regional dan menjadi eksportir senjata. Namun, kontroversi seputar pelanggaran sanksi, klaim berlebihan, dan dampak regionalnya tetap menjadi tantangan. Seperti yang dikatakan Presiden Masoud Pezheshkian pada April 2025, “Pasukan militer kita telah berhasil memperoleh teknologi yang bahkan tidak terpikirkan oleh musuh.” Dengan terus berinvestasi dalam drone, AI, dan roket, Iran memposisikan diri sebagai kekuatan yang tidak boleh diremehkan di panggung global, meskipun masa depannya bergantung pada kemampuan mengatasi tekanan geopolitik dan ekonomi.
BACA JUGA: Tim Berners-Lee: Pencetus World Wide Web dan Karya Revolusioner yang Mengubah Dunia
BACA JUGA: Pengertian dan Perbedaan Paham Komunisme Menurut Marxisme: Analisis Mendalam
BACA JUGA: Pemikiran Klasik Federalisme: Prinsip, Tokoh, dan Relevansi dalam Tata Kelola Modern