
biztelegraph.com, 23 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
Malaysia, sebagai salah satu negara anggota ASEAN yang strategis di Asia Tenggara, terus berupaya memperkuat kemampuan pertahanannya di tengah dinamika geopolitik yang kompleks, seperti ketegangan di Laut China Selatan dan ancaman non-tradisional seperti terorisme, pembajakan, dan kejahatan lintas batas. Dalam beberapa tahun terakhir, Malaysia telah menunjukkan komitmen untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya, Angkatan Tentera Malaysia (ATM), yang terdiri dari Tentera Darat Malaysia (TDM), Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM), dan Tentera Udara Diraja Malaysia (TUDM). Modernisasi ini tidak hanya berfokus pada pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) baru, tetapi juga pada pengembangan industri pertahanan domestik, integrasi teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) dan drone, serta penguatan kerja sama pertahanan internasional. Artikel ini akan menguraikan perkembangan teknologi militer Malaysia, tantangan yang dihadapi, dan dampaknya terhadap posisi Malaysia sebagai kekuatan regional.
Latar Belakang Geopolitik dan Kebutuhan Modernisasi
Malaysia memiliki posisi geografis yang strategis, berbatasan dengan Selat Malaka, salah satu jalur perdagangan maritim tersibuk di dunia. Namun, tantangan keamanan regional, seperti pelanggaran kedaulatan di perairan Sabah dan ketegangan di Laut China Selatan, mendorong Malaysia untuk memperkuat kemampuan militer nya. Selain itu, ancaman non-militer seperti terorisme, perdagangan manusia, dan bencana alam juga menuntut angkatan bersenjata yang fleksibel dan responsif.
Sejak krisis keuangan Asia 1997, anggaran pertahanan Malaysia sempat terbatas, menghambat pengadaan alutsista baru. Namun, pemulihan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir memungkinkan pemerintah untuk melanjutkan program modernisasi yang sempat tertunda. Menurut Global Firepower Index 2024, Malaysia berada di peringkat 42 dari 145 negara dalam hal kekuatan militer, dengan anggaran pertahanan sekitar USD 4 miliar dan personel aktif sebanyak 113.000, ditambah 51.600 personel cadangan.
Perkembangan Teknologi Militer Malaysia
1. Akuisisi Alutsista Modern
Malaysia telah melakukan sejumlah akuisisi alutsista signifikan untuk meningkatkan kemampuan tiga matra angkatan bersenjatanya: darat, laut, dan udara.
a. Matra Udara 
Royal Malaysian Air Force (TUDM) telah lama bergantung pada jet tempur buatan Rusia seperti Sukhoi Su-30MKM. Namun, untuk diversifikasi sumber senjata dan mengurangi ketergantungan pada Rusia, Malaysia mulai beralih ke pemasok lain. Salah satu pencapaian terbaru adalah pembelian armada pesawat tempur F/A-18C/D Hornet bekas dari Kuwait pada 2024, setelah negosiasi panjang. Meskipun pesawat ini dianggap sedikit ketinggalan zaman, akuisisi ini memperluas armada TUDM dan meningkatkan kemampuan tempur udara.
Selain itu, pada 2025, Malaysia mengumumkan rencana pengadaan empat unit pesawat tempur FA-50 buatan Korea Selatan dan dua unit pesawat ATR-72 MPA Leonardo untuk misi patroli maritim. TUDM juga akan menerima tiga unit drone Anka-S buatan Turki pada 2026, menunjukkan fokus pada teknologi unmanned aerial vehicle (UAV) untuk pengintaian dan operasi tempur.
Malaysia juga menjajaki kerja sama dengan Turki untuk pengadaan drone dan helikopter canggih, sebagaimana diungkapkan oleh Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim pada September 2024. Teknologi drone ini penting untuk memantau wilayah maritim yang luas, seperti perairan Sabah, yang sering menjadi sasaran pelanggaran kedaulatan.
b. Matra Laut 
Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) juga mengalami modernisasi signifikan. Salah satu proyek unggulan adalah pengadaan Littoral Combat Ship (LCS) pertama, KD Maharaja Lela, yang dijadwalkan selesai pada 2026. Kapal ini merupakan bagian dari program Second Generation Patrol Vessel (SGPV) yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan patroli dan pertempuran maritim.
Pada 2025, TLDM juga memperoleh dua peluncur misil Naval Strike Missile (NSM), yang dianggap sebagai salah satu sistem misil anti-kapal terbaik di dunia. Akuisisi ini menunjukkan pergeseran fokus Malaysia ke senjata ofensif untuk memperkuat pertahanan maritim.
c. Matra Darat 
Tentera Darat Malaysia (TDM) telah meningkatkan mobilitas dan daya tempurnya melalui pengadaan kendaraan berperisai. Pada Mei 2025, Malaysia mengumumkan pengadaan 136 unit kendaraan berperisai mobiliti tinggi (HMAV 4×4) Tarantula buatan Mildef International Technologies, bekerja sama dengan Aselsan dari Turki. Kendaraan ini dirancang untuk operasi di medan sulit dan meningkatkan fleksibilitas taktis pasukan darat.
Selain itu, Malaysia meresmikan peluncuran RIBAT, kendaraan taktikal ringan mobiliti tinggi (HMLTV) pertama yang sepenuhnya dirancang dan diproduksi oleh perusahaan lokal pada Mei 2025. Ini menandai langkah besar dalam pengembangan industri pertahanan domestik. TDM juga memperoleh howitzer EVA M2 dari Konstrukta Defense (Slovakia), memperkuat artileri darat.
2. Pengembangan Industri Pertahanan Domestik 
Malaysia telah menunjukkan komitmen kuat untuk mengembangkan industri pertahanan domestik melalui inisiatif seperti Malaysian Aerospace Industry Blueprint 2030. Cetak biru ini bertujuan meningkatkan produksi alutsista lokal, termasuk pesawat, drone, dan kendaraan militer, melalui kolaborasi antara perusahaan lokal dan mitra internasional.
Pada Pameran Pertahanan dan Keselamatan Negara Asia 2024 (DSA NATSEC), dua perusahaan Malaysia memperkenalkan drone kamikaze, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan senjata ofensif berteknologi tinggi. Selain itu, perusahaan seperti Mildef International Technologies telah berhasil memproduksi kendaraan seperti Tarantula dan RIBAT, mengurangi ketergantungan pada impor alutsista.
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) juga memainkan peran penting dalam industri pertahanan Malaysia. Sejak 1997, ICT telah berkembang pesat di Malaysia, mendukung modernisasi sistem komando dan kontrol militer. Misalnya, penggunaan intranet dan firewall telah meningkatkan keamanan data militer, sementara sistem seperti JARING menghubungkan institusi militer dengan jaringan global.
3. Integrasi Teknologi Canggih
Perkembangan teknologi militer global, seperti kecerdasan buatan (AI), robotika, dan Internet of Things (IoT), juga diadopsi oleh Malaysia.
-
Kecerdasan Buatan (AI): AI digunakan untuk analisis data intelijen, memungkinkan deteksi ancaman yang lebih cepat dan akurat. Sistem berbasis AI juga membantu meningkatkan kesadaran situasional (situational awareness) dan efisiensi operasional, seperti dalam pengendalian drone dan sistem komando.
-
Drone dan Robotika: Selain drone Anka-S, Malaysia sedang mengembangkan drone kamikaze dan menjajaki pengadaan drone otonom untuk misi pengintaian dan serangan. Robotika juga digunakan untuk misi berisiko tinggi, seperti pembersihan ranjau dan operasi pencarian dan penyelamatan.
-
Network Centric Warfare (NCW): Malaysia mulai mengadopsi doktrin NCW, yang menekankan pada superioritas informasi, kesadaran situasional, dan kecepatan komando. Sistem ini mengintegrasikan sensor, komputasi, dan aktuator untuk menciptakan operasi militer yang lebih cerdas dan responsif.
4. Kerja Sama Pertahanan Internasional
Malaysia aktif dalam kerja sama pertahanan multilateral, terutama melalui Five Power Defence Arrangement (FPDA) dengan Singapura, Australia, Selandia Baru, dan Inggris. FPDA telah memfasilitasi latihan militer bersama selama lebih dari 45 tahun. Malaysia juga berpartisipasi dalam latihan internasional seperti CARAT, RIMPAC, dan COPE, serta latihan bersama dengan Brunei, Indonesia, Prancis, dan Amerika Serikat.
Kerja sama dengan negara-negara seperti Turki dan Korea Selatan dalam pengadaan alutsista menunjukkan strategi diversifikasi pemasok untuk menghindari ketergantungan pada satu negara. Selain itu, Malaysia, bersama Filipina, Thailand, dan Vietnam, sepakat untuk mengadakan latihan keamanan bersama guna mengatasi ancaman seperti pembajakan dan imigrasi ilegal di perairan regional.
5. Rencana Masa Depan: Unit Tentera Angkasa
Salah satu visi ambisius Malaysia adalah pembentukan unit Tentera Angkasa (Space Force) sebagai bagian dari rencana strategis ATM untuk 2030–2044. Menurut Timbalan Menteri Pertahanan, YB Adly Zahari, unit ini akan fokus pada pertahanan angkasa luar, sejalan dengan perkembangan teknologi satelit dan ancaman siber di domain antariksa. Langkah ini menunjukkan bahwa Malaysia tidak hanya berfokus pada pertahanan konvensional, tetapi juga pada ancaman masa depan di ranah antariksa.
Tantangan dalam Modernisasi Militer
Meskipun Malaysia telah mencapai kemajuan signifikan, beberapa tantangan masih menghambat modernisasi militer:
-
Keterbatasan Anggaran: Krisis keuangan Asia 1997 meninggalkan dampak jangka panjang pada anggaran pertahanan, dan meskipun pemulihan ekonomi telah membantu, anggaran USD 4 miliar masih terbatas dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Indonesia.
-
Kesenjangan Teknologi: Beberapa alutsista, seperti F/A-18C/D Hornet, dianggap mendekati usang secara teknologi, menimbulkan pertanyaan tentang relevansi investasi tersebut.
-
Ketergantungan pada Impor: Meskipun industri pertahanan domestik berkembang, Malaysia masih bergantung pada impor untuk teknologi canggih seperti jet tempur dan sistem misil.
-
Integrasi Teknologi Baru dan Lama: Mengintegrasikan teknologi modern seperti AI dan drone dengan aset tradisional seperti kapal perang dan infanteri memerlukan standarisasi dan pelatihan yang intensif.
Dampak Positif dan Negatif
Positif
-
Peningkatan Kapabilitas Pertahanan: Akuisisi alutsista modern dan pengembangan industri domestik meningkatkan kemampuan Malaysia untuk menghadapi ancaman regional dan global.
-
Kontribusi Ekonomi: Industri pertahanan domestik menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong inovasi teknologi.
-
Stabilitas Regional: Modernisasi militer memperkuat posisi Malaysia dalam ASEAN, mendukung stabilitas kawasan melalui kerja sama multilateral.
Negatif
-
Biaya Tinggi: Pengadaan alutsista dan pengembangan teknologi membutuhkan investasi besar, yang dapat mengurangi anggaran untuk sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.
-
Risiko Eskalasi Konflik: Peningkatan kemampuan ofensif, seperti drone kamikaze dan misil, dapat memicu kekhawatiran di antara negara tetangga, meskipun Malaysia menekankan diplomasi pertahanan.
-
Dampak Lingkungan: Produksi alutsista dapat menyebabkan polusi, seperti yang terjadi pada industri pertahanan global.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi militer Malaysia dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan ambisi untuk menjadi kekuatan regional yang relevan di Asia Tenggara. Melalui akuisisi alutsista modern seperti FA-50, drone Anka-S, dan LCS KD Maharaja Lela, serta pengembangan industri pertahanan domestik seperti RIBAT dan Tarantula, Malaysia menunjukkan komitmen untuk memperkuat pertahanan nasional. Integrasi teknologi canggih seperti AI, robotika, dan NCW juga menempatkan Malaysia di jalur yang tepat untuk menghadapi ancaman masa depan, termasuk di domain antariksa. Namun, tantangan seperti keterbatasan anggaran dan ketergantungan pada impor harus diatasi untuk memastikan keberlanjutan modernisasi ini.
Dengan strategi yang seimbang antara modernisasi teknologi, pengembangan domestik, dan diplomasi pertahanan, Malaysia memiliki potensi untuk memperkuat posisinya sebagai aktor kunci dalam keamanan regional, sambil tetap menjaga prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif. Rencana pembentukan unit Tentera Angkasa pada 2030–2044 menandakan visi jangka panjang Malaysia untuk menghadapi tantangan pertahanan di era baru.
BACA JUGA: Detail Planet Saturnus: Karakteristik, Struktur, dan Keajaiban Kosmik
BACA JUGA: Cerita Rakyat Yunani: Warisan Mitologi dan Kebijaksanaan Kuno
BACA JUGA: Dampak Positif dan Negatif Media Sosial di Era 2025: Peluang dan Tantangan dalam Kehidupan Digital